Suikerfabriek Kalibagor, Harta Karun Yang Kini Merana

Keberadaannya di masa kolonial sempat mengangkat pamor Banyumas sebagai salah satu penyuplai gula di Pulau Jawa. Suikerfabriek Kalibagor atau Pabik Gula Kalibagor bahkan pernah tercatat selaku perusahaan Belanda terbesar di kawasan Banyumas.


Kalibagor dan Sokaraja di abad itu memang dikenal selaku daerah industri dengan banyaknya bangunan pabrik. Melengkapi pabrik gula, terdapat juga pabrik-pabrik lain seperti pabrik keramik, pabrik kuningan dan tepung tapioka di segi utara Pabrik Gula Kalibagor.


Didirikan tahun 1839 oleh Sir Edward Cooke Jr, komplek bangunan Pabrik Gula Kalibagor seluas 11 hektar terdiri dari bangunan utama pabrik, rumah dinas pegawai Belanda, rumah dinas pegawai pribumi dan jalur lori pengangkut tebu yang terbentang dari lokasi pabrik sampai kawasan Purbalingga hingga Baturaden.


Selain itu juga dilintasi oleh jalur kereta api yang dikenal dengan nama Serajoedal Stoomtram Maatschappij atau SDS, untuk memuat gula dari pabrik.


Komplek bangunan pabrik dilengkapi dengan beberapa bangunan pendukung yang lain mirip bangunan untuk kantor, bangunan rumah untuk para pegawainya yang berada di seberang jalan dan sebelah selatan pabrik. Salah satu rumah di seberang jalan ditempati oleh administratur pabrik.


Empire Style


Arsitektur bangunan kantor maupun perumahan pegawai Pabrik Gula Kalibagor bergaya kolonial yang dikenal dengan The Empire Style. Gaya arsitektur neo klasik yang berkembang di Eropa dikala itu. Bangunan yang megah dengan pilar-pilar besar, biasanya merupakan hasil pembiasaan dengan keadaan iklim tropis dan material setempat.


Ciri umum gaya kolonial ini, denah bangunan simetris, ialah bangunan satu lantai yang ditutup dengan atap perisai. Karakteristik lain dari gaya ini bangunan dibentuk terbuka, terdapat pilar di serambi depan dan belakang, dan mempunyai serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lain.


Ciri khas yang paling menonjol dari gaya arsitektur ini ialah adanya barisan pilar atau kolom bergaya Yunani yang menjulang tinggi. Serambi belakang kadang kala dipakai selaku ruang makan yang pada bab belakangnya dihubungkan dengan tempat servis.


Masa keemasan gula dari Jawa selsai saat krisis ekonomi melanda dunia usai perang dunia pertama. Sejak abad itu, distribusi gula ke negara-negara Eropa mengalami kendala yang menciptakan sindikat pabrik gula yang berpusat di Surabaya menutup ratusan pabrik, tergolong lima dari enam pabrik gula di Banyumas, kecuali Pabrik Gula Kalibagor.


Buntut dari penutupan beberapa pabrik gula tersebut yakni penggabungan aset yang ada ke pabrik gula yang masih beroperasi. Pabrik Gula Kalibagor memuat seluruh aset dari pabrik gula di kawasan Banyumas yang ditutup, ialah Pabrik Gula Bojong, Klampok dan Purwokerto dan Kalirejo.


Belukar


Pada era pendudukan Jepang Pabrik Gula Kalibagor sempat berhenti beroperasi karena Jepang tak membutuhkan gula untuk menyokong perang Pasifik. Namun sesudah memasuki abad kemerdekaan, Pabrik Gula Kalibagor kembali dioperasikan oleh PT Perkebunan Nusantara atau PTPN IX.


Tahun 1997 saat krisis moneter melanda Indonesia, Pabrik Gula Kalibagor kembali berhenti beroperasi. Banyak aset ditinggalkan, celakanya pada tahun 1998 terjadi penjarahan di komplek pabrik. Beruntung beberapa aset masih sempat diungsikan ke pabrik gula lain yang masih beroperasi termasuk sejumlah mesin, lokomotif dan lori.


Saat ini kondisi Pabrik Gula Kalibagor kian parah. Halaman luas di depan pabrik yang menjadi daerah parkir lori-lori pembawa tebu ditumbuhi belukar dengan ketinggian melampaui tubuh manusia. Kondisi serupa juga ditemui pada rumah dinas untuk pegawai pabrik yang berarsitektur khas Indies. Sebagian besar rusak parah karena tak terjamah perawatan selama beberapa tahun lamanya.


Bangunan bersejarah ini sempat dianjurkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas selaku bangunan cagar budaya. Bahkan pada Oktober 2009 teregistrasi sebagai benda budaya tidak bergerak, serta tercantum dalam buku yang bertajuk Peninggalan Purbakala dan Sejarah Banyumas. Alih-alih dilindungi keberadaannya, dikala ini kepemilikan Pabrik Gula Kalibagor justru sudah berpindah tangan ke pihak swasta.



Kontroversi


Pabrik gula yang pada periode kejayaannya ditopang oleh perkebunan tebu seluas 280 hektar ini sempat menimbulkan kontroversi. Upaya pembongkaran yang sempat berjalan beberapa waktu lalu saat ini berhenti, alat berat dan pekerja sudah tidak tampaklagi.


Menurut keterangan dari Sekretaris Desa setempat, Budi Santoso, Pabrik Gula Kalibagor saat ini dimiliki oleh PT. Tribhara Cipta Graha. “Katanya akan dipakai selaku gudang. Pernah mengajukam IMB, informasinya tidak akan mengubah bangunan utama, melainkan cuma merenovasi atapnya.”


Sebelum dilaksanakan pembongkaran, pihak PT. Tribhara Cipta Graha sempat melaksanakan sosialisasi terhadap warga sekitar pabrik. Melalui Ir. Adianto, menyampaikan terhadap warga bahwa di lokasi pabrik gula akan dibangun gudang. Berharap mampu memberi efek positif kepada lingkungan sekitar, wargapun tak keberatan dengan planning tersebut.


Menurut penuturan penjaga komplek bangunan Pabrik Gula Kalibagor, Suroto, pembongkaran sempat berjalan beberapa ketika tetapi alhasil tidak boleh. “ Sudah berlangsung beberapa minggu tiba-tiba pekerja pada berhenti semua sesudah merobohkan cerobong itu. Saya juga nggak tahu yang memberhentikan siapa, yang sudah dibongkar bab dalam sama atapnya namun temboknya nggak.”


Meski berprofesi selaku penjaga, namun Suroto mengaku tidak tahu menahu soal penghentian pembongkaran. “Saya nggak tahu siapa yang nyuruh bongkar dan siapa yang nyuruh berhenti. Saya hanya dengar kabar tahu-tahu pekerja disuruh pada berhenti namun nggak tahu apa alasannya adalah.”


Alimudin


Originally posted 2015-11-15 01:18:15.

0 Response to "Suikerfabriek Kalibagor, Harta Karun Yang Kini Merana"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel