Phinisi “Nabi Nuh” Di Gunung Desa Teluk Tamiang

Banyak yang bertanya-tanya di gunung mana bekerjsama kapal Nabi Nuh as terdampar? Benarkah beliau dulu memakai kapal atau bahu-membahu yang digunakan itu perahu phinisi?



Phinisi merupakan bahtera layar yang memakai jenis layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar. Menurut naskah Lontarak I Babad La Lagaligo, phinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading. Putera Mahkota Kerajaan Luwu ini berlayar menuju negeri Tiongkok untuk meminang Wu Cudai, seorang Putri Tiongkok.






























Nama inovasi:Pembuatan Perahu Phinisi dalam mendukung Wisata Desa
Pengelola:BUMDes dan Pemerintah Desa
Alamat:Desa Tamiang, Kecamatan Tanjung Selayar, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel)
Kontak:Burahim, S.PdI, S.HI (Pambakal/Kepala Desa)
Telepon:+62-21-5511-4576

Setelah beberapa usang tinggal di negeri Tiongkok, Sawerigading kembali ke kampung halamannya dengan menggunakan phinisi. Menjelang masuk perairan Luwu, gelombang besar menerjangnya hingga terbelah tiga, masing-masing terdampar di Desa Ara, Tanah Lemo, dan Bira.


Masyarakat ketiga desa tersebut lalu merakit serpihan tersebut kembali menjadi perahu phinisi sebagaimana dikenal sekarang ini. Konon, perahu phinisi ini pula yang dipakai orang-orang Bugis berlayar sampai ke Australia dan Madagaskar.


Dalam cerita Nabi Nuh, diceritakan mengenai pengerjaan kapal di atas bukit yang dilakukan atas petunjuk Allah. Saat itu, kaum Nuh sudah sungguh jauh menyimpang dan mendustakan nikmat yang selalu dilimpahkan Allah. Mereka menyembah patung-patung yang dianggap sebagai tuhan. Nuh yang terbebas dari segala bentuk kesyirikan kaumnya, kemudian diangkat selaku penerus risalah kenabian.


Sekian usang berdakwah, cuma sebagian kecil kaumnya saja yang mau menyimak dan mengimani pemikiran tauhid yang dibawa ia. Pemimpin-pemimpin kaum yang kafir menantang dengan menyatakan, kalau kedurhakaannya terhadap Allah akan menghadirkan azab yang besar, maka mereka meminta Nabi Nuh supaya menyegerakan hadirnya azab tersebut.


Pembuatan bahtera tersebut mengkonsumsi waktu lama dan dianggap kaumnya sebagai pekerjaan orang aneh. Ketika terjadi hujan lebat dan banjir besar, Nabi Nuh dan para pengikutnya bisa selamat alasannya adalah naik kapal tersebut. Ada pun orang-orang kafir hanyut ditelan air bah sebagai konsekuensi dari kedurhakaannya.


Bila ingin menyaksikan bahtera phinisi yang bertengger di atas gunung, datanglah ke Desa Teluk Tamiang. Perjalanan sekitar tiga jam dari Kotabaru mengikuti jalan berliku, dan sebagian belum beraspal, akan terobati manakala menyaksikan pemandangan indah pantai dan bukit yang mengapit perkampungan penduduk.


Karang dan bebatuan di dasar laut tampak berkilau diterpa teriknya cahaya mentari. Beberapa pengunjung terlihat berenang dan menyelam di sekitar pantai. Mangrove, pasir putih dan terumbu karang menciptakan pantai desa ini kian indah. Dari kejauhan, terlihat pohon kelapa dan aneka vegetasinya yang lain melambai dari atas bukit.


Teluk Tamiang merupakan salah satu desa di Kecamatan Tanjung Selayar, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Desa kecil ini berpenduduk lebih 1.500 jiwa. Mayoritas beragama Islam, dan merupakan keturunan para pelaut Bugis dan Mandar yang berasal dari Sulawesi. Sebagai suku bangsa pelaut, kemahiran membuat bahtera phinisi pernah menjadi bab tradisi budaya masyarakatdesa ini yang diwariskan bebuyutan.


Pada abad kemudian, Kalimantan begitu kaya dengan kayu ulin atau kayu besi yang ialah bahan utama pembuatan phinisi. Secara sederhana, pembuatan pinisi dimulai dari pengerjaan tubuh bahtera dari lembar-lembar papan dari kayu ulin. Kemudian disusul dengan pembuatan rangka yang menyesuaikan dengan lekukan tubuh perahu. Dempul untuk menambal sela-sela tubuh perahu dibentuk dari gabungan minyak kelapa dan kapur.


Melengkapi pesona alami wisata desa ini, Pembakal Burahim memiliki gagasan membangun bahtera phinisi di atas bukit yang ada di desa tersebut. Usulan ini disampaikan dalam musyawarah desa dan disepakati masuk dalam penyusunan rencana dan penganggaran 2018.


Selain terinspirasi kisah Nabi Nuh, pengerjaan kapal ini juga dimaksudkan untuk melestarikan budaya warisan leluhur. Tradisi pembuatan perahu phinisi mulai hilang sejalan berkembangnya budaya terbaru pada belum dewasa muda dan bahan baku yang makin sukar ditemukan di sekitar lokasi. Bila tidak dilestarikan, sebuah saat phinisi hanya akan menjadi mitos.


Menurut Pendamping Desa Kecamatan Tanjung Selayar, Ahmad Kusairi, Dana Desa yang dianggarkan untuk pembuatan perahu sekitar Rp 50 juta. Inovasi ini membuat perbincangan yang viral mengenai bahtera phinisi dan rekreasi desa Teluk Tamiang, terlebih setelah para pengunjung yang tiba menyebarluaskan foto-foto di media sosial.


Secara perlahan telah meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Desa Teluk Tamiang. Sebelumnya, hanya sekitar 800 orang dan terbatas pada waktu perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW. Sekarang sudah tidak dibatasi waktu dan masyarakat sekitarnya, tetapi juga dari daerah-wilayah lain hingga luar Kabupaten Kotabaru.


Setelah dari pantai, banyak pengunjung yang naik gunung berswa-photo dan merasakan sensasi naik perahu phinisi di ketinggian. Udara pantai yang masih alami ini bisa menjadi therapy penyembuhan bagi yang mengidap astma ataupun penyakit akses pernapasan lainnya.


Pengunjung yang lapar dan dahaga bisa mampir ke beberapa warung yang menyediakan aneka jenis makanan tradisional dari pisang dan ubi-ubian sampai es kelapa muda. Rencana ke depan, rekreasi desa ini akan diatur Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah dibentuk melalui peraturan desa.****


0 Response to "Phinisi “Nabi Nuh” Di Gunung Desa Teluk Tamiang"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel